Halo sobat hari ini kita akan membahas tentang akulturasi kebudayaan Nusantara dan Hindu – Buddha yang terjadi di masyarakat Indonesia. Yang prakteknya sering kita temukan di tengah masyarakat dan menyatu ke dalam akar budaya bangsa yang tidak terjadi secara tiba-tiba namun melalui proses historis yang panjang.
Akulturasi kebudayaan tersebut merupakan anugerah bagi masyarakat Indonesia, namun jika tidak dapat disikapi dengan baik, maka akulturasi kebudayaan justru menjadi malapetaka yang dikenal dengan konflik.
Nah itulah penting bagi kita untuk mengenal lebih dekat tentang akulturasi kebudayaan di Nusantara ini. Seperti materi berikut ini.
5 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha
Pengertian Akulturasi
Pengertian Akulturasi adalah proses perubahan sosial, psikologis, dan budaya yang bermula dari bertemunya dua budaya berbeda dan terjadi proses beradaptasi hingga menjadi budaya baru yang berlaku di masyarakat.
Akulturasi budaya sendiri berarti proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru.
Di Indonesia sendiri terjadi beberapa proses akulturasi budaya, salah satunya adalah akulturasi budaya Nusantara dengan budaya Hindu Buddha dari India.
Pengaruh kebudayaan Hindu Buddha menjadi budaya Dominan di Nusantara ketika mulai kemunculan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha pada abad ke-4 hingga abad ke-15 Masehi.
Menurut Suwardono (2014) , pengaruh kebudayaan India telah mengakar di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia melalui proses asimilasi dan akulturasi yang terjadi.
Baca Juga : Kerajaan Kanjuruhan
Seni Bangunan

Jika kamu pernah melihat Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya contohnya Candi Borobudur adalah merupakan hasil akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli.
Dengan Bangunan yang megah, stupa perwujudan Buddha yang menyertainya, serta bagian- bagian candi dan stupa yang memiliki unsur-unsur kental dari India.
Tapi dari Borobudur kita juga melihat wujud asli bentuk candi- candi asli Nusantara yang hakikatnya adalah berbentuk Punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli, seperti yang kita temukan di Piramida Gunung Padang.
Contoh lain akulturasi Hindu Buddha di Nusantara : Candi Tikus, Candi Prambanan, Candi Gedong Song,Candi Cetho, Candi Jatulanda dan sebagainya.
Seni Aksara

Jika kamu menonton pertunjukan wayang, entah itu wayang kulit, orang ataupun golek kamu mungkin sadar jika hampir semua ceritanya diambil dari kisah – kisah Epik yang berasal dari India, seperti Mahabarata, Ramayana dan Baratayudha.
Tapi tentu saja cerita – cerita epik terkenal di agama Hindu ini sudah di gubah dan dimasukan berbagai corak asli Nusantara oleh para pujangga. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.
Selain itu dimasukkannya unsur – unsur Nusantara ke dalam cerita bisa di lihat dengan dimasukannya beberapa tokoh seperti Punakawan (Gareng, Semar dan Petruk) dan si Cepot (di wayang Golek) yang menjadi ciri khas Nusantara.
Tokoh- tokoh ini tidak ditemukan di India tapi menjadi tokoh dalam perkembangan seni sastra yang didukung oleh penggunaan huruf pallawa contohnya dalam karya-karya sastra Jawa Kuno.
Bahkan Corak Nusantara dan Hindu- Buddha bisa ditemukan Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia)
Dan juga setelah Akulturasi antara Pallawa dan bahasa lokal mulai bermunculan bahasa seperti Jawa Kuno (Hirup Kawi) dan Hirup Sunda Kuno
Baca juga : Kehidupan Masyarakat Praaksara
Sistem Kepercayaan

Masyarakat Nusantara awalnya mengenal sistem kepercayaan Dinamisme, Animisme dan beberapa kepercayaan kuno seperti Sunda Wiwitan dan Aluk Todolo menjadi pegangan hidup mereka.
Tapi Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan.
Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga digunakan sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya tempat penyimpanan abu jenazah raja ditempatkan sebuah patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya.
Inilah salah satu contoh dari perpaduan antara fungsi candi di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang yang sudah mengakar kuat di masyarakat Indonesia.
Bahkan ajaran Kuno Sunda Wiwitan yang dipegang oleh Masyarakat Sunda lama dan Masyarakat Badui mirip dengan ajaran Buddhi yang diajarkan oleh Siddharta Gautama.
Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
Bahkan Pengaruh Hindu Buddha mulai terasa melihat beberapa nama Raja – Raja terkenal dalam kerajaan Hindu Buddha seperti Tarumanagara dan Kutai Mulawarman. Raja Seperti Purnawarman dan Mulawarman yang memakai nama bercorak India.
Dan sistem “Dewa Raja” yang diperkenalkan oleh budaya India ini memosisikan raja sebagai titisan para dewa, sehingga keberadaannya sangat dihormati oleh masyarakat.
Baca Juga : Kerajaan Majapahit
Struktur Sosial dan Sistem Penanggalan

Selain hal diatas kedatangan budaya India khususnya agama Hindu Buddha membawa sistem sosial masyarakat seperti sistem kasta. masyarakat Indonesia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu, Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra yang akhirnya berakhir setelah Islam datang ke Nusantara.
Selain kasta di atas masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai.
Di Bali terbagi menjadi tiga Kelompok utama pada masyarakat utama :
- Wong Majapahit: para keturunan Kerajaan Majapahit, banyak dari mereka yang menjadi Bangsawan Bali.
- Bali Aga: orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafal huruf “a” di akhir kata sebagai huruf “a”, bukan menjadi huruf “ê”.
- Pasèk : Pada jaman dalem semara kepakisan mereka digolongkan kedalam kelompok “pangeran” bersama keturunan pradana Sri Aji Bali, yaitu prati sentana Dalem Tarukan. Hal ini terlihat jelas pada salah satu gelar mereka yaitu, I Gusti Agung Pasek Pangeran Tohjiwa.
Sistem penanggalan yang dipakai oleh masyarakat Nusantara pada jaman kerajaan Hindu Buddha juga dipengaruhi oleh kalender India yaitu kalender Saka. Sampai Sistem penanggalan Saka masih digunakan oleh masyarakat Nusantara yang beragama Hindu dan Buddha.
Dan itulah kawan berbalasan Akulturasi Kebudayaan Nusantara dengan Budaya Hindu dan Buddha di masyarakat kita.
Semoga menambah wawasan kamu, dan sampai jumpa di materi menarik lainnya.