Halo sobat kali ini kita akan membahas tentang Cerita Ciung Wanara. Salah satu tokoh legenda masyarakat Sunda, yang dipercaya hidup pada jaman kerajaan Sunda Galuh.
Menurut Unpad.ac.id (2021) Kerajaan Sunda dan Galuh adalah dua dari kerajaan yang paling berpengaruh di Tatar Sunda pada abad ke 6 setelah runtuhnya kerajaan Tarumanegara.
Menurut Kaskus.com (2014) lokasi Cerita Ciung Wanara ini terjadi di daerah Ciamis, tepatnya di situs Karang Kamulyan yang sekarang menjadi situs pariwisata terkenal di Ciamis.
Jadi bagaimana isi Legenda Ciung Wanara ini ? Mari kita simak cerita sama – sama.
Cerita Ciung Wanara Bahasa Indonesia

Prabu Permana Di Kusumah Pergi Bertapa
Pada zaman dahulu kala. Di daerah Jawa barat terdapat sebuah Kerajaan besar yang bernama Kerajaan Galuh yang menurut cerita memimpin bagian timur Jawa barat yang katanya kekuasaannya hingga ujung Jawa.
Kerajaan Galuh saat itu dipimpin oleh seorang Raja yang dikenal bijaksana yang bernama Prabu Permana Di Kusumah.
Pada suatu ketika, Prabu Permana Di Kusumah memutuskan untuk menjadi seorang pertapa. Dia pun memanggil menteri Ari Kebonan yang dikenal bernafsu untuk menjadi Raja.
Raja lalu bertanya pada Ari Kebonan jika dia ingin menjadi Raja?. Ari Kebonan yang takut di hukum, pura – pura tidak berminat. tapi setelah di desak akhirnya pun dia mengaku ingin menjadi raja.
” Aku akan membuatmu menjadi raja selama Aku pergi bermeditasi, Engkau harus menjadi raja yang adil dan berjanji untuk tidak menyentuh kedua istriku, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum. Tapi kamu harus memperlakukan mereka sebagai istrimu.”
Lalu dengan kesaktian sang Prabu, Ari Kebonan pun berubah wujud dan penampilan menjadi mirip dengan Sang Prabu, hanya berbeda karena wajahnya terlihat lebih muda.
Lalu di umumkan pada rakyat. jika Raja Galuh telah berubah menjadi muda karena kesaktiannya dan berganti nama menjadi Prabu Barma Wijaya.
Dua Permaisuri Bermimpi Bulan Jatuh
Suatu malam kedua ratu bermimpi bahwa bulan jatuh di atas mereka. Mereka melaporkan hal itu kepada raja. Tentu itu membuatnya ketakutan, karena mimpi tersebut adalah peringatan bagi wanita yang akan hamil.
Lalu dalam pertemuan, Penasehat Raja bernama Ki Batara lengser mengusulkan untuk bertanya kepada seorang resik pertapa yang bernama Ajar Sukaresmi tentang arti mimpi kedua ratu.
Tak lama Ajar Sukaresi – yang tidak lain adalah Raja Prabu Permana Di Kusumah – datang ke istana dan menjelaskan arti mimpi kedua ratu. ” Selamat kedua Ratu akan melahirkan dua bayi laki-laki.”
Mendengar itu, Prabu Barma Wijaya yang takut kehilangan kekuasaannya menjadi gelap mata dan menusuk Aji Sukaresi dengan Keris. Tapi keris itu malah patah saat akan menembus tubuh Aji Sukaresi.
” Apakah Raja ingin saya mati.” Tanya Aji Sukaresi pada Barma Wijaya. sebelum Barma Wijaya menjawab. Aji Sukaresi berkata. ” Jika itu keinginan kamu, berarti aku akan mati.”
Tiba – tiba Aji Sukaresi langsung terkulai lemah di lantai. Prabu Barma Wijaya yang marah langsung menendang Tubuh Aji Sukaresi dengan kekuatan miliknya hingga jatuh ke dalam hutan. Tubuh Aji Sukaresi berubah menjadi seekor naga yang disebut Nagawiru.
Setelah itu Keraton mendapatkan kabar gembira jika kedua Permaisuri telah hamil.
Anak Permaisuri Naganingrum di Tukar Anak Anjing.

Suatu malam, saat akan mengunjungi Permaisuri Dewi Naganingrum, Prabu Barma Wijaya mengalami peristiwa yang aneh. Tiba – tiba janin di perut permaisuri berbicara padanya.
“Barma Wijaya, Engkau telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Engkau melakukan hal-hal yang kejam, Kekuasaan yang kamu miliki akan menunggu waktu kehancurannya ..”
Mendengar Ancaman itu, membuat Prabu Barma Wijaya menjadi ketakutan. Dia pun pergi menemui Permaisuri Nyimas Dewi Pangrenyep, dengan siasat jahat.
Dia menyuruh Nyimas Dewi Pangrenyep untuk menukar anak dari Permaisuri Dewi Naganingrum dengan seekor anak anjing. Permaisuri Dewi Pangrenyep yang haus kekuasaan pun setuju.
Hari kelahiran pun tiba. Permaisuri Nyimas Dewi Pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Ia melahirkan seorang Bayi Laki-laki yang tampan dan diberi nama Pangeran Hariangbanga.
Setelah melahirkan, Dewi Pangrenyep dan Prabu Barma Wijaya melakukan siasat jahat mereka. Tanpa sepengetahuan siapapun. Bayi Laki-laki yang baru saja di lahirkan Dewi Naganingrum di tukar dengan seekor anak Anjing.
Bayi yang sebenarnya di masukkan ke dalam sebuah keranjang. Dewi Pangrenyep pun meletakkan sebutir telur ayam. Ia pun segera menghanyutkan bayi lelaki tersebut ke sungai Citanduy.
Permaisuri Naganingrum segera menyadari bahwa ia jika bayinya telah berubah menjadi seekor anak anjing, tentu ia sangat terkejut dan jatuh sakit.
Kedua pelaku pun menggunakan berita itu untuk menyingkirkan Dewi Naganingrum dari istana dengan mengatakan bahwa sang Permaisuri telah membuat kebohongan kepada rakyat dan telah melahirkan seekor anak anjing.
Sambil pura – pura marah, Prabu Barma Wijaya menyuruh Penasihat Istana Ki Batara Lengser untuk membawa Permaisuri ke hutan dan langsung membunuhnya.
Dalam perjalanan untuk menjalankan tugasnya, Ki Batara Lengser berpikir untuk menyelamatkan Dewi Naganingrum tanpa sepengetahuan siapapun. Ki Lengser yakin jika kejadian yang menimpa Dewi Naganingrum adalah suatu kebohongan.
Ki Lengser membuatkan sebuah gubug untuk tempat tinggal Dewi Naganingrum. Setelah gubug itu selesai di buatnya, dengan terpaksa Ki Lengser meninggalkan Naganingrum seorang diri. Sebelum ia pergi, ia pun berjanji akan mengunjunginya.
Untuk mengelabui Raja dan Ratu Pangrenyep bahwa ia telah melakukan perintah mereka, ia menunjukkan kepada mereka pakaian Dewi Naganingrum yang telah berlumuran darah binatang.
Ciung Wanara Tumbuh Menjadi Pemuda yang Baik
Di Tepi Sungai Citanduy, Keranjang berisi bayi laki – laki pangeran kerajaan Galuh itu di temukan oleh sepasang suami istri tua yang bernama Aki dan Nini Balangantrang. Keduanya tak memiliki seorang anak yang bekerja sebagai nelayan.
Dengan berlalunya waktu bayi tumbuh menjadi seorang pemuda yang baik dan rupawan. Suatu hari dia menemani orang tuanya berburu dalam hutan. Lalu mereka melihat seekor burung dan monyet.
“Burung dan monyet apakah itu, Ayah?”
“Burung itu disebut Ciung dan monyet itu adalah Wanara, anakku.” Jawab sang aki. Sejak saat, anak muda itu dinamai dengan nama Ciung Wanara.
Ciung Wanara Pergi Ke Kota Membawa Ayam Sakti
Suatu hari, Ciung Wanara yang tumbuh dewasa ingin sekali pergi ke Galuh untuk mengembara. Awalnya, orang tua angkatnya tidak mengizinkan, tapi, karena anaknya terus memaksa mereka pun merelakan anaknya itu pergi.
Sebelum berangkat, Aki dan Nini Balangantrang menjelaskan jika mereka bukanlah orang tua kandung Ciung Wanara dan mereka percaya jika Ciung Wanara adalah anak dari penguasaan Galuh.
“Kalau begitu, aku harus pergi ke sana untuk mencari orang tua kandungku, Ayah.”
“Tapi kamu tak bisa pergi sendiri, bawalah telur dari keranjang milikmu dan bawa ke hutan. Lalu carilah unggas untuk menetaskan telur itu.”
Ciung Wanara mengambil telur itu, pergi ke hutan seperti yang diperintahkan. Dia lalu bertemu seekor naga baik hati bernama Nagawiru. Naga itu pun bersedia untuk menetaskan telur itu.
Bersama Ayam yang telah menetas. Ciung Wanara pun pergi menuju ibu kota untuk menemukan orang tuanya.
Ciung Wanara Adu Ayam dengan Raja
Di ibu kota Kerajaan Galuh, sabung ayam adalah sebuah acara olahraga besar, baik raja dan rakyatnya menyukainya. Raja Barma Wijaya memiliki ayam jago yang besar dan tak terkalahkan bernama Si Jeling.
Saking hebatnya Ayam itu, dia sampai sesumbar akan memberikan setengah kerajaannya jika ada yang berhasil mengalahkan Si Jeling.
Sementara itu, Ciung Wanara yang sudah sampai di ibu kota, telah dikenal sebagai tukang sabung ayam yang terkenal. Ayam Jago miliknya telah tumbuh menjadi petarung yang tak terkalahkan.
Kabar tentang anak muda yang ayam jantannya selalu menang di sabung ayam akhirnya mencapai telinga Prabu Barma Wijaya yang kemudian memerintahkan Ki Batara lengser untuk menemukan pemuda itu.
Ki Batara lengser pun segera bertemu dengan Ciung Wanara. Dia pun langsung menyadari jika anak itu adalah anak dari Dewi Naganingrum yang telah hilang.
Ki Batara Lengser pun mengatakan semuanya pada Ciung Wanara. bahwa raja telah memerintahkan hal tersebut selain menuduh ibunya telah melahirkan seekor anjing. mendengar itu Ciung Wanara pun bersedia menerima tantangan dari sang Raja.
Keesokan Paginya, dia bertemu dengan Sang Raja dan meminta setengah kerajaannya. Sang Raja yang Sombong setuju. Karena dia yakin jika ayam miliknya tak akan mungkin kalah.
Pertandingan pun diadakan di tengah alun – alun istana dan disaksikan oleh semua rakyat. Si Jeling sebenarnya sedikit lebih besar dari ayam jago Ciung Wanara, namun ayam Ciung Wanara lebih kuat karena dierami oleh Naga Sakti, Nagawiru.
Akhirnya, dengan mudah Ayam milik sang Raja pun terdesak kalah. Hingga Ciung Wanara pun memenangkan pertandingan sabung Ayam.
Sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui, sebagian wilayah barat kerajaan Galuh diserahkan kepada ciung Wanara.
Terjadi Perang Saudara
Ciung Wanara yang telah diangkat menjadi raja dari setengah kerajaan, merencanakan sebuah siasat untuk menghukum Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep yang telah mencelakakan ibunya.
Dia mengundang mereka ke istana miliknya, untuk memeriksa sebuah penjara baru yang telah dibangun olehnya. Ketika mereka berada di dalam penjara. Wanara menutup pintu dan mengunci mereka di dalam.
Dia kemudian memberitahu semua rakyat di kerajaan tentang perbuatan jahat Raja Barma dan Permaisuri Pangrenyep. Rakyat yang sudah jengah dengan pemerintahan Raja pun bersorak.
Namun, Pangeran Hariangbanga, putera dari Dewi Pangrenyep marah besar ketika mengetahui tentang penangkapan ibunya. Dia pun menyiapkan pasukan untuk menyerang Ciung Wanara dan pengikut.
Pertempuran berlangsung sengit karena Ciung Wanara dan Hariangbanga terkenal memiliki kemampuan silat yang sangat tinggi.
Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Pangeran Hariangbanga hingga sampai ke tepian Sungai Brebes.
Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yang menang. Lalu munculah Nagawiru yang telah berubah kembali menjadi Prabu Permana Di Kusumah didampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Ki Batara lengser.
Prabu Permana Di Kusumah pun menghentikan perkelahian. Dia memberitahukan identitasnya yang asli. Lalu bilang jika “pamali” (tabu) jika saudara kandungan saling bertarung. Dia pun menyebutkan jika keduanya akan memerintah kerajaan bersama.
Sejak saat itu Ciung Wanara memerintah di barat (Sunda) , sedangkan Hariangbanga di timur (Jawa) dibatasi oleh sungai tempat mereka bertarung. Sedangkan Dewi Pangrenyep dan Barma Wijaya pun di penjara.
Sedangkan sungai tempat mereka bertarung di Brebes disebut Cipamali atau Kali Pemali. Dan Hariang Banga pindah ke timur dan dikenal sebagai Jaka Susuruh. Dia mendirikan kerajaan di Jawa, sedangkan Ciung Wanara kembali ke galuh untuk memerintah di sana.
Baca Juga : Legenda Situ Bagendit.
Cerita Ciung Wanara Bahasa Sunda
Dina hiji waktu. Di daérah Jawa Barat, aya karajaan ageung disebat Karajaan Galuh anu numutkeun carita nuju beulah wétan Jawa Barat, anu cenah kawasa nepi ka tungtung Jawa.
Dina waktos éta, Karajaan Galuh dipimpin ku raja anu katelah bijaksana, jenenganana Prabu Permana Di Kusumah.
Sakali mangsa, Prabu Permana Di Kusumah mutuskeun pikeun janten padepokan. Anjeunna ogé ngagero menteri Ari Kebonan anu dipikaterang hoyong pisan janten Raja.
Raja teras naros ka Ari Kebonan upami anjeunna hoyong janten Raja ?. Ari Kebonan, anu sieun dihukum, pura-pura henteu resep. tapi saatos diteken anjeunna tungtungna ngaku yén anjeunna hoyong janten raja.
“Kuring bakal ngajantenkeun anjeun raja salami kuring tapa. Anjeun kedah janten raja anu adil sareng janji moal némpél ka dua pamajikan kuring, Déwi Pangrenyep sareng Déwi Naganingrum. Tapi anjeun kedah ngarawat aranjeunna salaku pamajikan anjeun.”
Teras ku kasaktian Raja, Ari Kebonan ogé robih wujud sareng penampilanna janten sami sareng Raja, ngan ukur bénten kusabab rautna katingalina langkung ngora.
Teras dibewarakeun ka masarakat. upami Raja Galuh parantos ngancik ngora kusabab sihirna sareng gentos nami janten Prabu Barma Wijaya.
Dua Permaisuri Ngalamun Bulan Ragrag
Hiji wengi dua ratu ngimpi yén bulan ragrag dina aranjeunna. Aranjeunna ngalaporkeun ka raja. Tangtosna ngajantenkeun anjeunna, sabab impian éta mangrupikeun peringatan pikeun awéwé anu bakal hamil.
Teras dina rapat, panaséhat Raja anu namina Ki Batara turun, ngusulkeun naroskeun hiji recluse anu namina Ajar Sukaresmi ngeunaan hartos impian dua ratu. Moal lami deui Ajar Sukaresi – anu henteu sanés nyaéta Prabu Prabu Permana Di Kusumah – sumping ka istana sareng ngajelaskeun hartos impian dua ratu. “Gening duanana Ratu bakal ngalahirkeun orok lalaki.”
Ngadangu éta, Prabu Barma Wijaya, anu kasieunan kaleungitan kakawasaanna, poékkeun panonna sareng nusuk Aji Sukaresi ku keris. Tapi kerisna peupeus nalika badé nyusuk awak Aji Sukaresi.
“Naha Raja hoyong kuring maot? Upami kitu, kuring bakal maot.” Teras pertapa murag. Raja najong mayitna telenges pisan dugi ka dialungkeun ka leuweung tempat éta janten naga ageung, disebat Nagawiru.
Budak Permaisuri Naganingrum ditukeurkeun pikeun anak anjing.
Hiji dinten nalika Prabu Barma Wijaya ngadatangan Dewi Naganingrum, janin anu lahir dina rahim Naganingrum sacara ajaib nyarios: “Barma Wijaya, anjeun parantos hilap seueur janji anjeun. Langkung seueur anjeun ngalakukeun hal-hal anu kejem, kakuatan anjeun bakal langkung pondok.”
Ngadéngé ancaman éta, ngajantenkeun Raja Barma Wijaya sieuneun. Anjeunna ogé angkat ka Permaisuri Nyimas Dewi Pangrenyep, kalayan taktik jahat.
Anjeunna hoyong nyingkirkeun fétus sareng gancang mendakan cara pikeun ngalakukeun éta. Anjeunna nyuhungkeun bantosan ka Dewi Pangrenyep pikeun nyingkirkeun orok Dewi Naganingrum anu badé ngaluarkeun anjeunna.
Anjeunna maréntahkeun Nyimas Déwi Pangrenyep tukeur putri Permaisuri Dewi Naganingrum pikeun anak anjing. Permaisuri Dewi Pangrenyep, anu haus kana kakawasaan, satuju. Poé kalahiran sumping. Permaisuri Nyimas Dewi Pangrenyep ngalahirkeun heula. Anjeunna ngalahirkeun orok lalaki anu ganteng sareng dingaranan Pangeran Hariangbanga.
Saatos Dewi Naganingrum ngalahirkeun, Dewi Pangrenyep sareng Prabu Barma Wijaya ngalaksanakeun taktik jahatna. Tanpa aya anu terang. Orok anu dilahirkeun dilebetkeun kana karinjang sareng dialungkeun ka Walungan Citanduy, saatos ditukeurkeun sareng anjing orok anu ngagoler dina pangkuan indung anu henteu curiga.
Ratu Naganingrum langsung sadar yén anjeunna nyepeng anjing orok, anjeunna kaget pisan sareng sedih.
Dina kaayaan ambek. Raja geuwat ngageroan Penasihat Raja anu jenenganana Ki Léngsér. Nanging, nyauran Ki Léngsér henteu nyungkeun naséhat.
Tapi, maréntahkeun Ki Léngsér pikeun langsung maéhan Déwi Naganingrum sareng layon na dialungkeun. Raja maréntahkeun Ki Léngsér pikeun geuwat ngalaksanakeun tugasna.
Di jalan, Ki Lengser mikiran nyalametkeun Dewi Naganingrum tanpa aya anu terang. Ki Lengser yakin yén anu kajantenan Déwi Naganingrum mangrupikeun bohong.
Nanging, anjeunna henteu gaduh buktos pikeun ngabantosan Déwi Naganingrum. Ki Lengser nganteurkeun Dewi Naganingrung ka leuweung.
Ki Lengser ngawangun pondok kanggo cicing Dewi Naganingrum. Saatos pondok réngsé, Ki Léngsér kapaksa ngantunkeun Naganingrum nyalira. Sateuacan anjeunna angkat, anjeunna janji bakal nganjang ka anjeunna.
Di kampung Geger Sunten, di sisi walungan Citanduy, aya cicing salaki sareng pamajikan anu biasa nunda bubu lauk tina awi dina walungan pikeun néwak lauk namina aki Jeung nini Balangantrang.
nalika aranjeunna angkat ka walungan pikeun néwak lauk. aranjeunna reuwas, sabab mendakan karinjang anu ngandung orok pikaresepeun. Aranjeunna nyandak orok ka imah, ngurus anjeunna sareng mikanyaah sapertos anu dipikagaduh ku aranjeunna.
Anakna dingaranan Ciung Wanara
Waktos henteu diperhatoskeun teras-terasan. Orok Budak, ayeuna nuju ageung janten nonoman anu sangat tampan, pinter, gagah sareng gagah. Anakna dingaranan Ciung Wanara.
Aki sareng Nini masihan nami Ciung Wanara kusabab ningali monyét anu anéh, monyét dingaranan Wanara. Teras aranjeunna ningali manuk anu namina Ciung. Akhirna, duaan satuju. Ngaran dua sato éta. Tungtungna, dijantenkeun salaku nami putrana.
Ciung Wanara Ingin bertemu keluarganya
Dina hiji dinten anjeunna naros ka kolotna kunaon anjeunna bénten sareng budak sanés ti kampung. Teras sepuh éta ngawartoskeun anjeunna yén anjeunna dibawa ku walungan ka kampung dina karanjang sareng sanés anak kampung.
“Kolot anjeun kedah ningal ti Galuh.” Ceuk si Aki. Ciung Wanara mutuskeun angkat ka Galuh.
Sateuacan anjeunna angkat, kolotna nitah anjeunna angkat sareng rerencangan. aranjeunna nyarankeun Ciung Wanara pikeun ngerakeun transparan dina karanjangna.
Ciung Wanara ogé nyandak endog, angkat ka leuweung sakumaha paréntah ku sepuhna pikeun mendakan sato kanggo ngerem endog.
Anjeunna mendakan makhluk sakit namina Nagawiru anu daék ngabantosan anjeunna pikeun ngerem endog. Anjeunna teras neundeun endog handapeun naga sareng teu lami saatos menetas, anak hayam gancang tuwuh janten hayam jago.
Anjeunna langsung angkat ka kota karajaan Galuh.
Adu hayam
Anjog ka karajaan Galuh. Anjeunna pendak sareng dua Patih namina Purawesi sareng Puragading. Dua Patih éta resep ka Ciung Wanara, kusabab anjeunna nyangking hayam jago.
Di ibukota Galuh, adu hayam mangrupikeun kagiatan olahraga anu utami, sareng duanana raja sareng rayatna resep pisan. Raja Barma Wijaya ngagaduhan hayam jago ageung sareng teu éléh dingaranan Si Jeling.
Ciung Wanara nampi tangtangan ti dua Patih. Pertandingan koneksi jago diayakeun di tengah alun-alun Kota Galuh. Tungtungna, rejeki anu hadé sok dipikasieun Ciung Wanara. Jago paporit na meunang pertandingan.
Kemenangan Ciung Wanara langsung sumebar ka Karajaan. Kemenanganna kadéngé ku Sag Raja, yén aya Pamuda Tampan anu ngagaduhan Ayam Jago anu tangguh.
Prabu Barma Wijaya teras maréntahkeun Ki Batara Lengser pikeun milarian pamuda éta.
ki Lengser geuwat sadar yén juragan hayam ngora mangrupikeun putra Déwi Naganingrum anu lami leungit, utamina nalika Ciung Wanara nunjukkeun anjeunna ka karinjang tempat anjeunna dikumbah ka walungan.
“Upami hayam jago anjeun éléh ngalawan hayam jago raja, kantun taroskeun ka anjeunna satengah karajaan salaku hadiah pikeun kameunangan anjeun.”
Isukna Ciung Wanara némbongan di payuneun Prabu Barma Wijaya sareng nyarios naon anu usul Lengser. Raja satuju sabab anjeunna yakin kana kameunangan hayam jago na disebat Si Jeling.
Akhirna, Ayam Raja dipaksa éléh. Dugi ka Ciung Wanara meunang pertandingan tandang. Luyu sareng perjanjian anu disepakati, bagian daérah kulon karajaan Galuh dipasrahkeun ka Ciung Wanara.
Perang Sadulur
Ciung Wanara saatos janten penguasa satengah karajaan langsung ngarencanakeun néwak Prabu Barma Jaya sareng Déwi Pangrenyep.
Rencana éta nguping ku Pangéran Hariang Banga anu langsung merangan serangan Ciung Wanara. Aranjeunna ogé perang dugi ka akhirna Pangeran Hariangbanga kadorong ka Walungan Brebes.
Perangna diteruskeun tanpa aya anu meunang. Ujug-ujug, Prabu Prabu Permana Di Kusumah tampil dibarengan ku Ratu Dewi Naganingrum sareng Ki Batara Lengser.
Prabu Permana Di Kusumah ogé ngeureunkeun gelut. Anjeunna ngungkabkeun idéntitas aslina. Teras ucapkeun upami “pamali” (pantang) upami duduluran silih adu. Anjeunna ogé nyebatkeun yén duaan bakal maréntah karajaan babarengan sareng Prabu Barma Wijaya sareng Déwi Pangrenyep bakal ditéwak.
Saprak harita nami walungan tempat aranjeunna bajoang dikenal salaku Cipamali (Sunda) atanapi Kali Pemali (Jawa) anu hartosna “Sungai Pamali”.
Hariang Banga ngalih ka wétan sareng janten katelah Jaka Susuruh. Anjeunna ngadegkeun karajaan Jawa sareng janten raja di Jawa, sareng pengikut satia na janten karuhun urang Jawa. Ciung Wanara maréntah karajaan Galuh kalayan adil.
Kesimpulan Cerita Ciung Wanara.
- perbuatan buruk akan mendapatkan balasan dari keburukannya dimasa yang akan datang.
- Selalu berlaku baik akan membuatmu sukses dan bahagia.
- Janji harus di tepati
Baca juga : Legenda Cinderalas.
Dan itulah kawan, Cerita Ciung Wanara dan ayam sakti. Semoga informasi ini bermanfaat. Dan sampai jumpa di Pembahasan materi menarik lainnya.