Fakta Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam yang Menakjubkan

Halo semua, Hari ini ilmusaku akan membahas tentang fakta – fakta kesultanan Aceh Darussalam. Kesultanan yang menjadi basis kekuatan besar islam pada abad ke 16 – 17. Kesultanan Aceh sekarang berada di pusat Provinsi Istimewa Aceh.

Pada saat kerajaan Aceh Berjaya, mereka terlibat persaingan yang sengit dengan kerajaan Malaka dan Kerajaan Johor juga dengan Para penjajah dari Eropa, Portugis dan Belanda untuk mengontrol Selat Malaka yang menjadi pusat perdagangan dan ekspor rempah – rempah tempo dulu.

Bahkan saking kuatnya pengaruh Islam dan Aceh tempo dulu, Aceh Darussalam telah menjalin hubungan diplomatik yang sangat akrab dengan Kekhalifahan Turki Usmani atau Ottoman.

Jadi Apa sih Kesultanan Aceh itu dan apa saja pengaruhnya untuk Nusantara secara keseluruhan dan Indonesia secara khusus, mari kita simak materinya :

Fakta Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam

Sejarah Berdirinya Kesultanan Aceh

Bendera kesultanan aceh
Bendera Kesultanan Aceh (Sumber : Wikipedia.com)

Kesultanan Aceh berdiri pada tahun 1496, dengan dinobatkannya Sultan Ali Mughayat Syah sebagai Sultan atau Raja Pertama Kesultanan Aceh.

Asal – muasal Kesultanan Aceh sendiri masih banyak di perdebatkan oleh pihak adanya perbedaan versi. Versi pertama merunut pada hikayat Aceh dan kitab Bustanul Salatin yang menyebutkan jika Aceh berdiri atas Kerajaan Lamuri, lalu menaklukan Daya dan Pidie.

Yang kedua berasal dari pendapat Teguh Santoso dalam buku ” asal usul bahasa Aceh” dilansir dari acehtrend adalah Kerajaan Aceh berasal dari eksodus pangeran Syah Pau Ling dari Kerajaan Champa (sekarang perbatasan Vietnam dan Kamboja) mengingat bada kemiripan bahasa Aceh dengan bahasa Cham.

Meski begitu, pendapat yang populer tetap meyakini jika Sultan Ali Mughayat Syah adalah Sultan pertama kerajaan Aceh. Dibawah kekuasaannya Aceh Darussalam menjadi kerajaan besar dengan berhasil menaklukan Pidie, Daya bahkan merebut peta kekuasaan di negeri serambi mekah dari kerajaan besar Samudera Pasai di tandai berpindahnya Lonceng Cakra Donya hadiah dari Laksamana Cheng Ho ke tangan Kesultanan Aceh.

Baca juga : Sejarah Kesultanan Samudera Pasai.

Hubungan Aceh dengan Kerajaan Lain.

Serangan Aceh Ke Malaka
Serangan Aceh Ke Malaka (Sumber : wikipedia.com)

Setelah wafatnya Sultan Ali Mughayat Syah, Kesultanan Aceh Darussalam di turunkan pada anaknya Sultan Salahuddin (1528 – 1537 M) tapi Sultan Salahuddin dianggap tidak terlalu sukses pada saat memimpin hingga dia digantikan oleh Adiknya sendiri Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar.

Pada saat Sultan Alauddin ( 1537 -1571) menjabat terjadi banyak sekali perbaikan dalam pemerintahan Aceh. Dia memperluas kekuasaan Kesultanan Aceh hingga menusuk ke selatan pulau Sumatera. Tapi sayang keinginannya untuk memperlebar kekuasaan ke luar pulau harus di jegal oleh Kesultanan Malaka dan Johor yang saat itu dibawah Kekuasaan Portugis.

Tapi saat itu Kerajaan Aceh tidak lah sendiri, mereka telah menjalin hubungan baik dengan sebuah Imperium Islam yang sangat besar saat itu yaitu Kekhalifahan Turki Usmani atau Ottoman.

Bahkan menurut Historia.com, Serangan Aceh ke Kerajaan Batak (1539), Kerajaan Aru (1540) dan Serangan ke Kesultanan Johor dan Malaka (1547) dilakukan bersama beberapa pasukan dari detasemen milik Turki Usmani.

Kapal milik Cornelius De Houtman pada tahun 1599 sebelum menginjakan kaki di tanah Banten, juga pernah berkunjung ke Aceh selama tiga bulan untuk membeli lada dan rempah – rempah.

Di tahun yang sama kapal milik EIC ( East India Company) dari Kerajaan Inggris dibawah Laksamana James Lancaster juga datang ke Aceh membawa surat dari Ratu Elizabeth II.

Masa Keemasan Kesultanan Aceh

Mesjid Aceh Darussalam
sumber : seruni.id

Setelah masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah berakhir Kesultanan Aceh mengalami sedikit penurunan dikarenakan tidak adanya pengganti yang kuat, terjadinya berbagai pemberontakan dan persaingan dengan Kesultanan Malaka dan Portugis.

Hingga pada tahun 1607, Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636) naik takhta dan dibawah pemerintahannya yang brilian Kesultanan Aceh mengalami masa keemasannya.

Dibawah Iskandar Muda, Aceh berkembang menjadi pusat perdagangan dan Transit untuk perdagangan Rempah-rempah dan perdagangan Islam dengan dunia barat.

Bahkan pada pemerintahannya, impian Kesultanan Aceh untuk menaklukkan Kerajaan Johor terkabul meski hanya sementara. Dia juga berhasil menaklukan kesultanan Pahang, yang menjadi pusat penghasil Timah saat itu. Saking kuatnya pengaruh Aceh saat itu, Permintaan Belanda dan Inggris agar Aceh membeli lada di pesisir Sumatera Barat pun di tolak.

Sultan Iskandar Muda, juga membuat dan menetapkan sebuah hukum/ peraturan yang disebut Adat Meukuta Alam (Aturan Adat) dan saat beliau menjabat terdapat dua ahli tasawuf terkenal yaitu Syekh Syamsuddin bin Abdullah As-Samatrani dan Syekh Ibrahim as-Syamsi.

Meski armada Aceh saat itu sangatlah kuat, pasukan gabungan Malaka, Johor dan Portugis berhasil mengambil kembali Johor dari tangan Aceh, meski begitu Aceh berhasil merebut Kedah pada tahun yang sama. Selain itu Aceh pun berhasil menaklukan Perlak dan Indragiri.

Kesultanan Aceh dipimpin beberapa Sultana

Setelah Wafatnya Sultan Iskandar Muda, beliau digantikan oleh menantunya yang berasal dari Kesultanan Pahang yaitu Sultan Iskandar Tani (1636 – 1641).

Pada Masa Pemerintahan beliau Kesultanan Aceh lebih berfokus terhadap masalah Internal daripada perluasan kekuasaan. Pada masa pemerintahan beliau juga muncul ulama besar Aceh yang bernama Nuruddin Ar-Raniri yang menulis kitab Bustanussalatin.

Setelah Sultan Iskandar Tani wafat, beliau digantikan oleh beberapa Sultana atau Ratu diantaranya :

  • Ratu Safiatuddin Tajul Alam
  • Ratu Nurul Alam Naqiatuddin Syah
  • Ratu Inayat Zaqiatuddin Syah
  • Ratu Khamalat Syah

Kehidupan Sosial, Agama dan Ekonomi Kesultanan Aceh Darussalam

Bidang Ekonomi

Dikarenakan lokasinya yang strategis dalam perdagangan Internasional (berada di selat Malaka) Kesultanan Aceh memiliki ekonomi yang sangat kuat. Mereka banyak mengimpor beras, lada, rempah-rempah hingga kain dari India dan porselen dari Tiongkok dan Jepang.

Bahkan Kapal – Kapal dagang dari Kesultanan Aceh sudah sangat aktif di laut merah.

Bidang Sosial dan Agama

Kemajuan ekonomi yang pesat juga mendorong perkembangan sosial dan agama. Para bangsawan di Aceh pada saat itu disebut Tengku dan para ulama disebut dengan sebutan Teungku. Selain Sultan, Keduanya memiliki pengaruh yang sangat kuat di masyarakat Aceh.

Selain itu menurut Kemdikbud di Aceh pun turut berkembang Aliran Syiah yang dibawa oleh Hamzah Fashnuri yang saat itu mendapatkan penolakan dari Sunnah Wal jammaah, meski pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda, semua aliran mendapatkan perlindungan.

Baca juga : Kesultanan Tidore

Kemunduran Kesultanan Aceh.

Setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda beberapa penerusnya mengalami kesulitan untuk mengendalikan daerah – daerah kekuasaan Aceh. Bahkan Kemunduran itu sudah terasa saat Sultan Iskandar Tani berkuasa.

Selain itu banyak sekali terjadi perseteruan atau pertentangan di dalam kerajaan Aceh Sendiri, mulai dari persengketaan antara golongan Bangsawan (Tengku) dan Golongan Ulama (Teungku) dan juga terjadi perselisihan antara aliran Syiah dan Islam Sunnah Wal Jamaah.

Daftar Sultan Aceh.

  • Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1528)
  • Sultan Salahuddin (1528 – 1537 M)
  • Sultan Alauddin ( 1537 -1571)
  • Sultan Ali Ri’ayat Syah (1571 – 1579)
  • Sultan Muda. ( 1579)
  • Sultan Sri Alam. (1579)
  • Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
  • Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
  • Sultan Buyong (1589-1596)
  • Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-160S)
  • Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
  • Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
  • Iskandar Thani (1636-1641).
  • Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675)
  • Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
  • Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
  • Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
  • Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
  • Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
  • Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
  • Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
  • Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
  • Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
  • Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
  • Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
  • Sultan Badr al-Din (1781-1785)
  • Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
  • Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah.
  • Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
  • Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
  • Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
  • Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
  • Sultan Mansur Syah (1857-1870)
  • Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
  • Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)

Kesimpulan.

Kesultanan Aceh Darussalam adalah salah satu kesultanan paling berpengaruh di Nusantara pada abad 16 – 17 Masehi, tapi meski begitu sampai saat ini pengaruhnya masih terasa dan sangat kental dan kuat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh Darussalam.

Sampai disini, Materi fakta Kesultanan Aceh Darussalam, semoga informasi bermanfaat bagi kita semua. Karena ingat menurut kata bung Karno, Jasmerah (Jangan sekali – sekali melupakan sejarah.

Sampai jumpa di materi menarik lainnya.

Sumber :

  • Historia.id
  • Kebudayaan.kemdikbud.go.id
  • acehtrend.com
Please follow and like us:
icon Follow en US
Pin Share
       
           

Penulis di ilmusaku.com dan juga seorang guru di sekolah menengah swasta di kota Bandung, yang mengajarkan pelajaran Seni, Sejarah Indonesia dan T.I.K