Halo hari ini kita akan membahas tentang Sejarah Kerajaan Gowa Tallo. Mulai dari awal berdirinya, perkembangan hingga bagaimana kerajaan yang berpengaruh di Sulawesi ini harus mengalami masa – masa kemunduran.
Kerajaan yang menjadi kebanggaan orang Makassar ini telah ada sejak tahun 1300, dan terus menjadi memiliki sebuah warisan sejarah dan budaya yang sampai sekarang masih mengakar kuat di Sulawesi.
Untuk tahu lebih banyak tentang kerajaan ini, mari kita simak sama – sama materi berikut ini.
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo, Kerajaan Islam di Sulawesi
Awal Berdirinya.

Kerajaan Gowa pertama kali muncul sekitar tahun 1300 M sebagai salah satu dari banyak chiefdom agraria di semenanjung Indonesia dari Sulawesi Selatan, tepatnya Makasar.
Silsilah dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa Dinasti Gowa didirikan sekitar tahun 1300 dalam pernikahan antara seorang wanita lokal dan kepala suku Bajau , orang maritim nomaden. Hingga wajar jika kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang mempuni.
Dibawah Tumapaqrisiq Kallonna, yang mengajarkan tulisan dan hukum ke kerajaan Gowa berkembang dan menjalin hubungan kerjasama yang kuat dengan Tallo hingga dapat menaklukkan Luwu yang sudah beraliansi dengan Wajo menurut Hikayat Wajo.
Karena kekuatan besar yang di miliki Kerajaan kembar Gowa dan Tallo ini membuat tiga kerajaan besar lain di Sulawesi yaitu Bone, Soppeng dan Wajo membuat sebuah perjanjian yang disebut Persekutuan Tellumpoccoe untuk bertahan dari serangan Kerajaan Kembar ini.
Sejak abad keenam belas dan seterusnya, Gowa dan sekutu pesisirnya Tallo, menjadi kekuatan yang mendominasi semenanjung Sulawesi, menyusul reformasi administrasi dan militer yang luas, termasuk pembentukan birokrasi pertama di Sulawesi Selatan.
Baca juga : kesultanan Pontianak
Masuknya Islam ke Sulawesi

Jejak Islam di Sulawesi Selatan sudah ada sejak tahun 1320-an dengan kedatangan Sayyid pertama di Sulawesi Selatan yaitu Sayyid Jamaluddin al-Akbar Al-Husaini yang merupakan kakek dari Wali Songo.
Tapi proses Islamisasi makin terasa dengan adanya para mubalig yang disebut Datto Tallu (Tiga Dato), yaitu Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang (Dato’ Sulaemana atau Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu), ketiganya bersaudara asal dari Kolo Tengah, Minangkabau.
Para mubalig itulah yang mengislamkan Raja Luwu yaitu Datu’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad pada 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605 M).
Lalu oleh Raja Gowa dan Tallo yaitu Karaeng Matowaya yang mengucapkan syahadat pada Jumat sore, 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M dengan gelar Sultan Abdullah.
Menyusul selanjutnya, Karaeng Gowa I Manga’ rangi Daeng Manrabbia mengucapkan syahadat pada Jumat, 19 Rajab 1016 H atau 9 November 1607 M.
Perkembangan agama Islam di daerah Sulawesi Selatan mendapat tempat yang layak bahkan ajaran sufisme Khalwatiyah dari Syaikh Yusuf al-Makassari juga tersebar di Kerajaan Gowa dan kerajaan lainnya pada pertengahan abad ke-17.
Karena banyaknya tantangan dari kaum bangsawan Gowa maka ia meninggalkan Sulawesi Selatan dan pergi ke Banten dimana dia di terima oleh Sultan Ageng Tirtayasa dan dijadikan menantu dan diangkat sebagai Mufti di Kesultanan Banten.
Baca juga : Kesultanan Aceh
Perlawanan Sultan Hasanuddin melawan VOC.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa.
Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap Kerajaan Gowa Tallo tapi setelah kapal Portugis yang dirampas oleh VOC pada masa Gubernur Jendral J. P. Coen di dekat perairan Malaka ternyata di kapal tersebut ada orang Makassar.
Dari orang Makassar itulah ia mendapat berita tentang pentingnya pelabuhan Sombaopu sebagai pelabuhan transit terutama untuk mendatangkan rempah-rempah dari Maluku.
Pada 1634 VOC memblokir Kerajaan Gowa Tallo tetapi tidak berhasil. Peristiwa peperangan dari waktu ke waktu berjalan terus dan baru berhenti antara 1637-1638.
Tetapi perjanjian damai itu tidak kekal karena pada 1638 terjadi perampokan kapal orang Bugis yang bermuatan kayu cendana, dan muatannya tersebut telah dijual kepada orang Portugis.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya.
Dari perjanjian tersebut Kerajaan Gowa Tallo merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak VOC minta bantuan hingga Pertempuran kembali pecah di berbagai daerah di Sulawesi.
Hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669 dan Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Baca juga : Kesultanan Pagaruyung
Kemunduran Kerajaan Gowa Tallo
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut l sejak Raja pertamanya Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan di oleh Belanda.
Lalu saat masa kemerdekaan Indonesia, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia.
Penguasa Gowa dan Tallo
- Tumanurung Bainea
- Tumassalangga Barayang
- I Puang Loe Lembang
- I Tuniata Banri
- Karampang ri Gowa
- Tunatangka’/Tunarangka’ Lopi (±1400)
- Batara Gowa Tuniawanga ri Parallakkenna
- I Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
- I Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16-1546)
- I Manriwagau’ Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1546-1565)
- I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta
- I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo’ (1565-1590)
- I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tunipasulu’ (1593)
- I Mangnga’rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna;
- I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid/Muhammad Said Tuminanga ri Papang Batunna;
- I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana; (Pahlawan Nasional)
- I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’ atau Ri Uwu’ Labbuna;
- I Mappaosong Daeng Mangngewai Sultan Muhammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara;
- I Mappadulung Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiung. (1677-1709)
- La Pareppa Tosappewalie Karaeng Ana’ Moncong Sultan Ismail Muhtajuddin Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
- I Mappau’rangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Tuminanga ri Pasi
- I Manrabbia Sultan Najamuddin
- I Mappaurangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Tuminanga ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
- I Mallawagau Sultan Abdul Chair Al Manshur (1735-1742)
- I Mappaba’basa’ Sultan Abdul Quddus (1742-1753)
- Amas Madina Sultan Usman Fakhruddin Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
- I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Sultan Imaduddin Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
- I Temassongeng I Makkaraeng Karaeng Katangka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattoanging (1770-1778)
- I Mannawarri I Sumaele Karaeng Bontolangkasa Karaeng Mangasa Sultan Abdul Hadi Tuminanga ri Lambusu’na atau ri Sambungjawa (1778-1810)
- I Mappatunru’ I Manginnyarrang Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Rauf Tuminanga ri Katangka (1816-1825)
- I La Oddanriu’ Daeng Mangngeppe Karaeng Katangka Sultan Abdul Rahman Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
- I Kumala Daeng Parani Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Kadir Muhammad Aidid Tuminanga ri Kakoasanna (1826 – wafat 30 Januari 1893)
- I Malingkaang Daeng Nyonri’ Karaeng Katangka Sultan Muhammad Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 – 18 Mei 1895)
- I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminanga ri Bundu’na atau Somba Ilanga ri Lampanna.
- I Mangngimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Thahir Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936 – 1946)
- Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin Tuminanga ri Jongaya (1956 – 1978)
- Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2020)
- Andi Kumala Andi Idjo (2020-Sekarang)
Baca juga : Kesultanan Samudera Pasai.
Dan itulah kawan penjelasan tentang Kerajaan kembar, Gowa dan Tallo, Sampai jumpa di materi menarik lainnya.