Ilmusaku – Jika kemarin kita belajar tentang Kerajaan Tarumanegara, sekarang kita akan belajar sejarah menarik tentang kerajaan Sunda Galuh.
Usai kehancuran Tarumanegara, Tatar Sunda terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan. Galuh berperan menjaga wilayah Timur, dengan Ciamis sebagai tempat pemberhentiannya juga Sunda yang menjaga wilayah Barat.
Berdirinya Kerajaan Sunda serta “merdekanya” Kerajaan Galuh, menjadi pertanda berakhirnya era kekuasaan Kerajaan Tarumanegara di Tatar Sunda.

Apakah Kerajaan Sunda Galuh itu ?
Kerajaan Sunda dan Galuh adalah dua kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah sekarang). Bahkan pernah menguasai wilayah bagian selatan Pulau Sumatra. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha.
Dimana Letak Kerajaan Sunda dan Galuh.

Menurut Historia.com, Wilayah kerajaan Galuh adalah dari wilayah timur sungai Citarum dan Wilayah kerajaan Sunda adalah wilayah barat Sungai Citarum. Ibukota kerajaan Sunda terletak di Dayo (Bogor) dan ibukota Kerajaan Galuh adalah Kawali (Ciamis)
Lalu keduanya menyatu menjadi kerajaan Sunda-Galuh pada abad ke 7 dibawah kekuasaan Raja Sanjaya (Raja Medang Kawulan/Mataram)
Kerajaan Sunda sempat terpecah pada tahun 1475 lalu disatukan kembali oleh Sri Baduga Maharaja atau yang sekarang kita kenal dengan nama Prabu Siliwangi yang memindahkan ibukota ke Pakuan Pajajaran, maka dari itulah kerajaan itu disebut sebagai kerajaan Pajajaran.
Sejarah Awal Mula Kerajaan Sunda dan Galuh
Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397M untuk menyebut ibukota kerajaan Tarumanagara yaitu Sundapura.
Sedangkan Kata Galuh berasal dari kata Sansakerta yang berarti sejenis batu permata. Kata “galuh” juga biasa digunakan sebagai sebutan bagi ratu yang belum menikah (“raja puteri”).
Tapi Sejarawan W.J. van der Meulen berpendapat lain, dia berpendapat bahwa kata “galuh” berasal dari kata “sakaloh” yang berarti “asalnya dari sungai”. Ada pula pendapat yang menyatakan, bahwa kata “galuh” berasal dari kata “galeuh” dalam arti inti atau bagian tengah batang kayu yang paling keras.
Awal mula dua kerajaan ini adalah dari penguasa terakhir Tarumanagara, Tarusbawa. Dia merasa kekuasaan Kerajaan Tarumanegara di Sundapura semakin menurun dia memindahkan ibukota dan mengganti nama Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda. Menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan Sunda (669-1579 M) berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara.
Konflik di Tarumanegara pada abad ke-7 membuat Rakyat merasakan kecemasan. Tapi Bagi kerajaan-kerajaan bawahan atau taklukan Tarumanegara, konflik itu merupakan kesempatan untuk memerdekakan diri mereka.
Seperti yang dilakukan oleh penguasa Kendan, Wretikendayun, pada abad ke-7. Usai kerajaan Tarumanagara berganti nama menjadi kerajaan Sunda, Wretikendayun menolak bergabung kembali dan dengan dukungan dari kerajaan Kalingga, dia memerdekakan diri, hal ini bisa terjadi karena Putra Mahkota Galuh, Mandiminyak telah dijodohkan dengan Putri Ratu Shima, Perwarti. Karena itulah, dia memindahkan pusat pemerintahan ke Ciamis dan mendirikan kerajaan Galuh
Dalam posisi sulit dan ingin menghindari perang saudara, Tarusbawa (Raja Sunda) menerima tuntutan Galuh. Pada tahun 670 M, wilayah Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan; yaitu kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya. Secara resmi Galuh dan Sunda lahir secara bersamaan.
Lalu kedua Raja Wretikendayun (Galuh) dan Tarusbawa (Sunda) melakukan perundingan untuk menentukan batas – batas wilayah mereka masing – masing.
Dalam perundingan itu disepakati jika sungai Citarum menjadi batasan wilayah kedua kerajaan yang menguasai Tatar Sunda ini.
Citarum ke arah timur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh, lalu dari Citarum ke arah barat menjadi milik Kerajaan Sunda.
Menyatunya Kerajaan Sunda dan Galuh
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana.
Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera,Tamperan. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa/Sena/Sanna, Raja Galuh ke-3 sekaligus teman dekat Tarusbawa.
Pada Tahun 716, terjadi sebuah pemberontak di kerajaan Galuh yang dilakukan oleh Purbasora, kepada Raja Galuh kedua Sena (702-709 M), padahal Raja Sena dan Purbasora adalah saudara kandung lain ibu.
Raja Sena dan keluarga menyelamatkan diri ke Kerajaan Sunda dan meminta pertolongan kepada Tarusbawa. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa. Penyerangan ini bertujuan dan melengserkan Purbasora.
Saat Tarusbawa meninggal tahun 723 M, kekuasaan Sunda dan Galuh jatuh ke tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Menjadi Kerajaan Sunda – Galuh.
Tapi Tahun 732 M, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Hal ini terjadi karena Sanjaya yang masih Keturunan Ratu Shima, mewarisi Tahta Kalingga. Dia memilih mengambil alih kekuasaan Kalingga dan menyerahkan tahta Sunda pada anaknya. Dia memindahkan kekuasaan Kalingga ke bumi Mataram dan mendirikan Kedatuan Medang Kawulang.
Raja Kerajaan Sunda-Galuh
Sebagai Kerajaan yang kuat dan disegani di Nusantara (Bahkan ditakuti oleh Majapahit), Kerajaan Sunda-Galuh memiliki banyak Raja yaitu;
Daftar Raja Kerajaan Sunda.
- Maharaja Tarusbawa (669-723)
- Sanjaya Harisdarma (723-732)
- Tamperan Barmawijaya (732-739)
- Rakeyan Banga (739-766)
- Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783)
- Prabu Gilingwesi (783-795)
- Pucukbumi Darmeswara (795-819)
- Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891)
- Prabu Darmaraksa (891-895)
- Windusakti Prabu Dewageng (895-913)
- Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916)
- Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa (916-942)
- Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954)
- Limbur Kancana (954-964)
- Prabu Munding Ganawirya (964-973)
- Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973-989)
- Prabu Brajawisesa (989-1012)
- Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019)
- Prabu Sanghyang Ageng (1019-1030)
- Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030-1042)
Daftar Raja Kerajaan Galuh
- Wretikandayun (612-702)
- Rahyang Mandiminyak (702-709)
- Rahyang Bratasenawa (709-716)
- Rahyang Purbasora (716-723)
- Sanjaya Harisdarma (723-732)
- Tamperan Barmawijaya (732-739)
- Manarah (739-783)
- Guruminda Sang Minisri (783-799)
- Prabhu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan (799-806)
- Sang Walengan (806-813)
- Prabu Linggabumi (813-852)
- Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891)
Daftar Raja Kerajaan Sunda-Galuh
- Sanjaya Harisdarma (723-732)
- Tamperan Barmawijaya (732-739)
- Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891)
- Prabu Munding Ganawirya (964-973)
- Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973-989)
- Prabu Brajawisesa (989-1012)
- Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019)
- Prabu Sanghyang Ageng (1019-1030)
- Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030-1042)
- Darmaraja (1042-1065)
- Langlangbumi (1065-1155)
- Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155-1157)
- Darmakusuma (1157-1175)
- Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175-1297)
- Ragasuci (1297-1303)
- Citraganda (1303-1311)
- Prabu Linggadéwata (1311-1333)
- Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
- Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
- Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357)
- Prabu Bunisora (1357-1371)
- Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475)
- Prabu Susuktunggal (1475-1482)
Saat Raja Wastu Kancana wafat 1475 M, kerajaan sempat kembali terpecah dua dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali (Galuh).
Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M) yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan memindahkan ibukota kekuasaan ke Pakuan Pajajaran hingga dikenal sebagai Kerajaan Pajajaran.
Daftar Raja Kerajaan Pakuan Pajajaran
- Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
- Surawisesa (1521 – 1535)
- Ratu Dewata (1535 – 1543)
- Ratu Sakti (1543 – 1551)
- Ratu Nilakendra (1551-1567)
- Prabu Surya Kencana (1567 – 1579)
Perang Bubat yang Tragis.

Tragedi di Bubat atau dikenal sebagai tragedi Dyah Pitaloka ini menurut Pararaton terjadi pada 1279 Saka atau 1357.
Perang terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda-Galuh di Pesanggrahan Bubat, yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda.
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Kerajaan Sunda yang konon kecantikannya tersiar sampai Majapahit melalui sebuah lukisan.
Niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda-Galuh. Kerajaan Sunda-Galuh adalah satu – satunya kerajaan yang tidak tunduk kepada kekuasaan Majapahit.
Pernikahan pun disambut baik oleh Raja Linggabuana dan disepakati untuk diadakan upacara di Kerajaan Majapahit. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.
Di sana mereka disambut oleh Gajah Mada, yang bersumpah untuk menyatukan Nusantara dalam kekuasaan Majapahit melalui sumpah palapa. Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada.
Tanpa izin Hayam Wuruk, Gajah Mada mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Raja Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Merasa terhina dan terpojok Rombongan Raja Sunda-Galuh pun melawan hingga terjadi peperangan, yang mengakibatkan kematian seluruh rombongan. Dengan hati yang luka Dyah Pitaloka melakukan bunuh diri untuk membela kehormatan kerajaan dan keluarganya.
Kepercayaan di Sunda Galuh/ Pajajaran.

Pada masa Kerajaan Sunda agama Hindu terutama Hindu Siwa memegang peranan penting, selain itu agama Buddha pun ikut berkembang dengan pesat. Selain itu agama lokal Sunda Wiwitan pun berkembang dan bahkan di anut oleh beberapa Raja dan Bangsawan.
Kejatuhan Kerajaan Sunda – Galuh
Kerajaan Pajajaran ini runtuh pada tahun 1579 M. Keruntuhan Pajajaran lebih banyak disebabkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh Kasultanan Banten. Selain itu, keruntuhan ini ditandai oleh tahta atau singgasana Raja yang disebut Palangka Sriman Sriwacana dibawa oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kerajaan Pajajaran ke Kraton Surosowan. Pemboyongan singgasana raja ini dilakukan sebagai tradisi sekaligus sebagai tanda bahwa tidak mungkin ada raja baru lagi yang bisa dinobatkan di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, Maulana Yusuf lah yang berkuasa di wilayah-wilayah Kerajaan Sunda Galuh.
Peninggalan Kerajaan Sunda Galuh/ Pajajaran.
Prasasti Cikapundung

Prasasti Pasir Datar

Prasasti Huludayeuh

Prasasti Sunda – Portugis

Prasasti Ulubelu

Prasasti Kebon Kopi II

Situs Karang Kamulyan

Prasasti Batu Tulis

Prasasti Sanghyang Tapak.

Prasasti Kiwali atau Astana Gede

Komplek Makom Keramat

Orang Baduy, Kanekes.

Selain itu peninggalan sejarah kerajaan Sunda Galuh lainnya adalah :
- Naskah Babad Pajajaran,
- Carita Parahiyangan,
- Carita Waruga Guru,
Dan itulah sejarah menarik dari kerajaan Sunda Galuh atau Pajajaran. Semoga menambah wawasan kamu ya, sobat.
Dan menurut kamu, fakta sejarah apa dari penjelasan Kerajaan Sunda Galuh di atas yang paling menarik untuk kamu kawan ?